Indonesia merupakan bangsa
majemuk yang terdiri dari berbagai macam suku dan budaya. Banyaknya perbedaan
yang ada membuat Indonesia rawan akan konflik dan perpecahan. Dewasa ini
kondisi Indonesia semakin terancam seiring dengan memudarnya rasa nasionalisme.
Persatuan dan kesatuan sudah menjadi angin lalu karena semakin hari setiap
orang semakin menonjolkan sikap individualnya. Individualisme tumbuh subur di
negara ini akibat dari liberalisme Barat dan liberalisme Barat tersebut
melahirkan keegoisan. Kepribadian dan budaya khas bangsa Indonesia seperti
kerja sama dan gotong royong pun sudah sangat sulit ditemukan, bahkan berangsur
memudar dari waktu ke waktu.
Berbicara mengenai persatuan dan kesatuan
tentu tidak akan terlepas dari masa pergerakan nasional Indonesia. Pergerakan nasional adalah
suatu momentum perubahan dari
suatu titik ke suatu titik cita-cita perjuangan. Pada awal abad ke-20, pemimpin-pemimpin Indonesia sadar bahwa
perlawanan bersenjata tidak akan berhasil apalagi jika perlawanan itu bersifat
kedaerahan. Rasa persatuan dan kebangsaan mulai berkembang. Suku-suku bangsa
Indonesia sama-sama menderita di bawah penjajahan. Penderitaan yang sama itu
menimbulkan rasa persatuan. Mereka pun sadar bahwa mereka adalah satu bangsa
dan mempunyai satu tanah air. Penjajahan Belanda tidak bisa lagi di
lawan dengan kekuatan senjata, tetapi harus dengan kekuatan politik. Di samping itu, dilakukan usaha memajukan
pendidikan, meningkatkan ekonomi rakyat dan mempertahankan kebudayaan. Seluruh
rakyat diikutkan dalam perjuangan. Mereka berhimpun dalam berbagai organisasi.
Adalah Haji Samanhudi yang merintis Sarekat Dagang Islam (16 Oktober
1905) yang kemudian berganti nama menjadi Sarekat
Islam dan Boedi Oetomo (20 Maret 1908) yang didirikan oleh
mahasiswa-mahasiswa Stovia dipelopori
oleh Soetomo yang dalam sejarah resmi dianggap sebagai organisasi modern
pertama. Setelah itu bermunculan organisasi-organisasi lain seperti Indische Partij, Partai Komunis Indonesia
(PKI), Perhimpunan Indonesia (PI), Partai Nasional Indonesia (PNI), Parindra,
Partindo, dan Gapi. Selain itu juga berdiri organisasi keagamaan,
organisasi pemuda dan organisasi perempuan. Walaupun banyak organisasi yang
bermunculan dan berbeda ideologi, tetapi pada hakikatnya adalah sama bahwa
tujuannya adalah untuk memperkuat persatuan dan kesatuan serta mewujudkan
kemerdekaan Indonesia.
Namun pada masa kini, perjuangan
para pejuang dalam mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa sepertinya sedikit
tercoreng dengan terjadinya berbagai macam masalah di negeri ini. Belum lama
ini, ada demo yang dilakukan oleh masyarakat terkait dengan kebijakan
pemerintah yang akan menaikkan harga bahan bakar minyak. Tindakan anarkis
muncul dalam demo-demo tersebut, padahal seharusnya tindakan anarkis tidak
perlu dilakukan karena dapat menyebabkan kerugian bagi berbagai pihak. Tindakan
anarkis tersebutlah yang memunculkan konflik dan perpecahan. Apakah mereka
tidak sadar kalau yang mereka lakukan itu salah? Memang negara kita merupakan
negara demokrasi, tetapi demokrasi tidak harus dengan cara anarkis. Tidak bisa
dipungkiri memang kalau kebijakan pemerintah yang akan menaikkan harga bahan
bakar minyak menimbulkan suatu gejolak dalam masyarakat. Sangatlah wajar kalau
masyarakat menolak kebijakan pemerintah yang merugikan, namun apakah semua
kebijakan pemerintah harus ditentang? Apakah memang semua kebijakan pemerintah
merugikan masyarakat? Apakah demokrasi harus dengan tindakan anarkis? Apakah
tidak bisa pemerintah dan rakyat duduk berdampingan? Suatu masalah kecil
memang, namun jika terus-menerus dilakukan maka bukan tidak mustahil akan
terjadi disintegrasi bangsa.
Keharmonisan
dan keselarasan dalam berbangsa dan bernegara sangat diperlukan demi terwujudnya
integrasi nasional. Menarik memang membahas masalah keharmonisan dan
keselarasan, salah satunya yang penting dibahas adalah masalah yang terjadi
pada induk organisasi sepakbola nasional (PSSI). Ada suatu hal penting yang
terjadi dalam induk organisasi sepakbola nasional yang dapat menyebabkan
disintegrasi yaitu dimana saat ini terdapat perpecahan dalam kubu PSSI. Di
dalam induk organisasi sepakbola nasional tersebut terjadi dualisme
kepengurusan. Setelah sebelumnya ada dua liga yang bergulir (ISL dan IPL),
sekarang ada dua PSSI yaitu PSSI versi Djohar Arifin Husein dan PSSI versi La
Nyala Matalitti. Semakin carut marut memang persepakbolaan Indonesia.
Seharusnya kedua belah pihak dapat duduk bersama untuk menyelesaikan masalah
dualisme ini, namun karena memang kedua kepengurusan ini memiliki keegoisan
yang tinggi dan merasa bahwa diri merekalah yang paling benar maka konflik ini
sulit diselesaikan dan kemudian yang jadi korban adalah masyarakat, masyarakat
yang merindukan prestasi sepakbola nasional. Konflik semacam ini tentu
berpengaruh terhadap persatuan dan kesatuan bangsa.
Banyak
sekali memang hal-hal yang terjadi yang dapat menyebabkan disintegrasi bangsa,
mulai dari konflik yang kecil hingga yang besar. Masalah pergesekan antar
organisasi masyarakat, persaingan politik, konflik kesukuan dan lain-lain
merupakan hal yang seharusnya bisa diatasi demi terwujudnya kehidupan bernegara
yang harmonis. Sila pertama dalam Pancasila menunjukkan bahwa bangsa Indonesia
adalah bangsa yang religius. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk yang
mengakui bermacam agama dan kepercayaan, jadi kemajemukan tersebut seharusnya
bisa dijadikan sebagai kebanggaan bukan malah dijadikan sebagai suatu akar
konflik dan perpecahan. Dalam hal ini fungsi dan kedudukan Pancasila sebagai
jiwa bangsa Indonesia, keribadian bangsa, pandangan hidup bangsa, sarana tujuan
hidup bangsa Indonesia dan pedoman hidup bangsa Indonesia sangat penting.
Apabila kita mampu mengamalkan nilai-nilai dan norma yang terdapat dalam
Pancasila tentu cita-cita bangsa Indonesia sebagai bangsa yang satu dapat
terwujud. Buang jauh-jauh sifat egoisme,
anarkisme, individualisme dan etnosentrisme. Ingatlah bahwa Negara Kesatuan
Republik Indonesia bukan milik suatu golongan, bukan milik suatu agama, bukan
milik suatu suku, bukan milik suatu golongan adat istiadat, tetapi milik kita
semua dari Sabang sampai Merauke. Semoga
kita tetap duduk berdampingan dan berpegangan tangan. Satu nusa, satu bangsa
dan satu bahasa. Ya, hidup damai dalam perbedaan.