Jumat, 02 Desember 2011

Berakhirnya Masa Pemerintahan Hindia Belanda

Sejarah panjang masa berakhirnya pemerintahan Hindia Belanda sebenarnya telah mulai muncul karena Politik Etis yang dilakukan mereka. Ya memang tidak bisa dipungkiri kalau Politik Etis memberikan keuntungan bagi pemerintah Hindia Belanda karena dengan dilakukannya Politik Etis mereka membentuk masyarakat pribumi sebagai pegawai pemerintah rendah yang memiliki loyalitas tinggi terhadap pemerintahan Hindia Belanda, namun dibalik itu semua justru dengan dilakukannya Politik Etis tersebut semakin lama malah bisa dibilang menjadi bumerang terhadap pemerintahan Hindia Belanda itu sendiri.

Dengan dilakukannya Politik Etis tersebut justru mengancam kedudukan pemerintahan Hindia Belanda karena Politik Etis dapat menghadirkan lahirnya golongan terpelajar. Golongan terpelajar inilah yang mempelopori lahirnya Pergerakan Nasional, gerakan-gerakan anti penjajahan banyak bermunculan pada masa ini. Dimulai dari masa pembentukan (1908-1920) berdiri organisasi seperti Budi Utomo, Sarekat Islam dan Indische Partij, masa radikal/nonkooperasi (1920-1930) berdiri organisasi seperti Partai Komunis Indonesia (PKI), Perhimpunan Indonesia (PI) dan Partai Nasional Indonesia (PNI) serta pada masa moderat/kooperasi (1930-1942) berdiri organisasi seperti Parindra, Partindo, dan GAPI. Di samping itu juga berdiri organisasi keagamaan, organisasi pemuda, dan organisasi perempuan.

Disini saya tidak menjelaskan panjang lebar dan secara rinci mengenai organisasi yang muncul pada Pergerakan Nasional tersebut. Perkembangan-perkembangan pokok pada masa Pergerakan Nasional ini adalah munculnya ide-ide baru mengenai organisasi serta dikenalnya definisi-definisi baru dan lebih canggih tentang identitas. Periode ini mengubah pandangan masyarakat mengenai arti dari suatu bangsa, mengenai dirinya sendiri dan masa depannya. Pada masa ini juga sangat kental dengan Nasionalisme, para golongan elite Indonesia mulai sadar bahwa tujuan utama upaya politik adalah pembentukan negara Indonesia yang merdeka. Mereka yang muncul sebagai pemimpin pada masa itu sadar bahwa mereka ditakdirkan menjadi generasi pertama dalam sejarah Indonesia untuk memimpin seluruh kepulauan Indonesia sebagai bangsa yang bersatu dan merdeka.

Semua itu merupakan pengaruh yang ditimbulkan akibat lahirnya golongan terpelajar yang memang lahir daripada Politik Etis. Hal ini tentu mengancam eksistensi pemerintahan Hindia Belanda. Pihak Hindia Belanda mulai menjalankan tingkat penindasan baru untuk menanggapi perkembangan tersebut. Dalam masalah politik, gerakan anti penjajahan melanjutkan langkah-langkah yang tidak menghasilkan apa-apa. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa pada tahun-tahun ini merupakan masa moderat/kooperasi (1930-1942), partai yang muncul pada masa ini juga telah dijelaskan pada pembahasan sebelumnya. Pemerintahan Hindia Belanda memasuki tahapan yang paling menindas dan paling konservatif dalan sejarahnya pada abad XX.

Tanda-tanda runtuhnya pemerintahan Hindia Belanda semakin menguat ketika berkobar Perang Dunia II di Eropa yang ditandai dengan penyerbuan Jerman atas Polandia pada tanggal 1 September 1939, kemudian Jerman yang pada saat itu dipimpin oleh Hitler menyerbu negeri Belanda pada tanggal 10 Mei 1940 yang menyebabkan pemerintah Belanda lari ke pengasingan ke London. Pada bulan September 1940, Pakta Tiga Pihak mengesahkan persekutuan Jepang-Jerman Italia. Prancis dikalahkan oleh Jerman pada bulan Juni 1940. Pada bulan September, pemerintah Prancis di Vichy yang bekerja sama dengan pihak Jerman memperbolehkan Jepang membangun pangkalan-pangkalan militer di Indo-Cina yang merupakan jajahan Prancis. Pada saat itu pemimpin-pemimpin Jepang mulai terang-terangan tentang “pembebasan” Indonesia. Di Den Haag sebelum jatuhnya negeri Belanda dan di Batavia sesudah itu, Jepang mendesak agar Belanda memperbolehkan memasuki Indonesia seperti mereka diperbolehkan di Indocina, tetapi perundingan-perundingan itu akhirnya mengalami kegagalan pada bulan Juni 1941 dan pada bulan Juli balatentara Jepang di Indocina diperkuat. Bulan Oktober 1941, Jenderal Hideki Tojo menggantikan Konoe sebagai Perdana Menteri. Sebenarnya, sampai akhir tahun 1940, pimpinan militer Jepang tidak menghendaki melawan beberapa negara sekaligus, namun sejak pertengahan tahun 1941 mereka melihat, bahwa Amerika Serikat, Inggris dan Belanda harus dihadapi sekaligus, apabila mereka ingin menguasai sumber daya alam di Asia Tenggara. Apalagi setelah Amerika melancarkan embargo minyak bumi, yang sangat mereka butuhkan, baik untuk industri di Jepang, maupun untuk keperluan perang.

Kini peperangan di Asia sudah diambang pintu. Admiral Isoroku Yamamoto, Panglima Angkatan Laut Jepang, mengembangkan strategi perang yang sangat berani yaitu mengerahkan seluruh kekuatan armadanya untuk dua operasi besar. Seluruh potensi Angkatan Laut Jepang mencakup 6 kapal induk (pengangkut pesawat tempur), 10 kapal perang, 18 kapal penjelajah berat, 20 kapal penjelajah ringan, 4 kapal pengangkut perlengkapan, 112 kapal perusak, 65 kapal selam serta 2.274 pesawat tempur. Kekuatan pertama, yaitu 6 kapal induk, 2 kapal perang, 11 kapal perusak serta lebih dari 1.400 pesawat tempur dan pada akhirnya pada tanggal 8 Desember 1941 (7 Desember di Hawaii), Jepang menyerang basis perang Amerika Serikat di Pearl Harbour, mereka juga menyerang Hongkong, Filipina dan Malaysia yang dilakukan oleh kekuatan kedua yaitu sisa kekuatan Angkatan Laut yang mereka miliki yang mendukung Angkatan Darat dalam Operasi Selatan atau Filipina dan Malaysia tersebut yang kemudian penyerangan itu akan dilanjutkan ke Jawa.

Karena penyerangan itu pulalah negeri Belanda mengikuti jejak sekutu-sekutunya menyatakan perang terhadap Jepang. Pada tanggal 10 Januari 1942 penyerbuan Jepang ke Indonesia dimulai. Pada tanggal 15 Februari, pangkalan Inggris di Singapura juga menyerah. Pada akhir bulan Februari tepatnya tanggal 27 Februari 1942 balatentara Jepang berhasil menghancurkan armada gabungan Belanda, Inggris, Australia dan Amerika dalam pertempuran di laut Jawa. Tanggal 28 Februari 1942, Tentara ke 16 di bawah pimpinan Letnan Jenderal Hitoshi Imamura mendarat di tiga tempat di Jawa Banten, Eretan Wetan dan Kragan dan segera menggempur pertahanan tentara Belanda. Setelah merebut Pangkalan Udara Kalijati, Letnan Jenderal Imamura membuat markasnya di sana. Imamura memberikan ultimatum kepada Belanda, bahwa apabila tidak menyerah, maka tentara Jepang akan menghancurkan tentara Belanda.

Kemudian pada 8 Maret 1942, pihak Belanda di Jawa menyerah dan Gubernur Jenderal Hindia Belanda Tjarda van Starkenborgh Stachouwer ditawan oleh pihak Jepang. Dengan demikian, bukan saja de facto, melainkan juga de jure, seluruh wilayah bekas Hindia Belanda sejak itu berada di bawah kekuasaan dan administrasi Jepang. Berakhirlah kekuasaan Hindia Belanda di Indonesia.

Daftar Sumber :

- Nasution, Sorimuda. 1995. Sejarah Pendidikan Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.

- Kartodirdjo, Sartono. 1999. Pengantar Sejarah Indonesia Baru: Sejarah Pergerakan Nasional. Jakarta: Gramedia.

- Ricklefs, M.C. 2008. Sejarah Indonesia Modern 1200-2008. Jakarta : Serambi.

- Vlekke, Bernard H.M. 2008. Nusantara : Sejarah Indonesia. Penerjemah Samsuddin Berlian. Jakarta : KPG.

- Poesponegoro, Marwati Djoened & Nugroho Notosusanto. 2008. Sejarah Nasional Indonesia V. Jakarta: Balai Pustaka.